AWARE YOUR MIND


Saya ingin mengingatkan bahwa kitalah yang menciptakan segala pengalaman hidup kita melalui pikiran kita.  Akh! Mana mungkin? Bukankah hidup itu sudah ditakdirkan dan nasib kita sudah ditentukan dari sononya? Saya juga baru menyadari bahwa takdir ternyata berbeda dengan nasib. Kalau boleh saya artikan takdir adalah sesuatu yang memang sudah tidak dapat dirubah dan mau tidak mau harus kita terima. Dalam agama Buddha sendiri takdir sangat berhubungan erat dengan karma yang kita lakukan di masa lalu., contohnya adalah orangtua kita, saudara kandung laki-laki maupun perempuan kita, jenis kelamin kita, kapan seseorang lahir atau mati. Kita tidak memiliki kebebasan untuk memilih ataupun untuk mengubahnya. Inilah takdir. Sementara nasib adalah sesuatu yang masih dapat kita rubah keadaannya. Contohnya adalah seorang anak yang memiliki anggota tubuh yang lengkap yang hidup dan terlahir dari keluarga pengemis. Karena setiap hari ia terbiasa mengikuti keluarganya hidup dari meminta-minta, hingga dewasa tetap menggunakan kekuatan anggota tubuhnya yang lengkap untuk duduk meminta-minta. Suatu hari ia mengemis di depan warung kopi. "Mas, minta sedekahnya..." demikian ujarnya pada seorang mahasiswa yang melewatinya. Mahasiswa tersebut yang melihatnya sebagai seorang anak muda yang sebaya dengannya dengan anggota tubuh yang lengkap dan kelihatan kuat kemudian bertanya kepada pengemis tersebut, "Pak, mohon maaf sebelumnya, kenapa Bapak tidak mencari pekerjaan lain saja? Bukankah Bapak tidak mengalami kekurangan suatu apapun dengan anggota tubuh Bapak?"
Kemudian pengemis itu menjawab "Yaa, bagaimana lagi mas, memang nasibnya sudah harus terlahir sebagai pengemis". Dari kasus di atas orang itu beranggapan bahwa kehidupannya saat ini adalah kehendak Tuhan semata. Tanpa usaha dan pengorbanan untuk menjadi lebih baik bahkan tidak memanfaatkan apa yang telah Tuhan berikan kepadanya sesempurna itu. So, yang bermasalah adalah pada mindsetnya pengemis tersebut. Bila sejak awal pikirannya telah menerima dirinya seutuhnya sebagai seorang yang hanya dapat hidup dari mengemis, maka jadilah ia pengemis seumur hidup. Namun, akan beda lagi ceritanya bila sejak awal pikirannya memiliki mimpi untuk kehidupan yang lebih baik. Maka semua perasaannya untuk menjadi baik akan menariknya mendapatkan cara untuk bertemu dengan orang yang lebih baik, memberikan ia pekerjaan yang lebih baik dan tentunya memiliki cara hidup yang lebih baik. Ia akan mengubah nasibnya dari seorang pengemis yang meminta-minta menjadi seorang yang memiliki pekerjaan baik dan punya daya untuk memberi.
Jadi jangan pernah menyerah pada nasib. Nasib adalah sesuatu yang kita tentukan sendiri melalui apa yang pikirkan dan alami. Bibitnya ada dalam pikiran kita. Pikiranlah yang melahirkan pengalaman sesuai dengan apa yang kita pikirkan secara dominan. Setiap informasi pikiran yang tertanam secara kuat dalam memori alam bawah sadar kita akan menjadi program kehidupan kita. Maka dari itu berhati-hati dengan program apa yang kamu install dalam pikiran anda karena itulah yang akan menjadi nasib anda.

Pikiran Adalah Magnet
Pikiran anda bersifat seperti magnet. Saat Anda merasa senang, Anda akan menarik berbagai pengalaman yang menggembirakan. Demikian juga ketika anda merasa sedih. Beberapa bulan lalu, saya kehilangan cincin pernikahanku. Saya lupa di mana saya telah menaruhnya, padahal itu bukan barang biasa bagi saya. Cincin pernikahan adalah benda paling bernilai dan juga menjadi mitos keutuhan cinta antara saya dengan suami. Saat mengetahui cincin tersebut telah hilang, berminggu-minggu saya terus mencarinya ke mana-mana. Di dalam kamar tidur, di ranjang, di antara bantal guling, di lipatan sprei, di meja rias, di dalam laci, di lemari pakaian, di kolong-kolong meja dan lemari hingga ke kamar mandi. Semuanya saya bongkar namun tetap tidak ada. 

Saat itu saya berpikir bahwa mungkin ini petanda buruk bagi pernikahan saya. Saat itu saya berpikir hilangnya cincin pernikahan saya mungkin juga tanda bagi hilangnya pernikahan saya. Benar saja sejak saat itu saya yang biasanya baik-baik saja dengan suami mulai memiliki banyak percekcokan sengit. Ada saja beda pendapat yang memicu. Semakin hari saya semakin depresi. Kemudian akhirnya saya berpikir untuk  menemukan kembali cincin tersebut apapun caranya agar dapat menyelamatkan pernikahan saya. Saya merasa cinta suamiku hilang pergi bersama dengan cincinku.  Itulah akibatnya dari cincin saya yang hilang, pikirku, Namun, suatu hari saat saya tanpa sengaja menyampaikan pemikiran seperti ini pada kedua anak perempuan saya. Mereka mengatakan kepada saya bahwa " Mami, cincin itu tidak dapat mewakili keluarga kita. Lihat saja di setiap hari kita, kalau papi tidak lagi cinta kepada mami, lalu untuk apa setiap pagi dia sibuk membuat sarapan untuk kita, membantu mami melakukan hampir semua pekerjaan rumah,  mengantar jemput kita ke sana ke mari, dan mengurus semua kebutuhan kita dengan begitu baiknya? Justru mami yang harus merubah cara berpikir mami. ". Demikian ujar anak-anak kepadaku. Seketika saya merasa wah kok mereka ternyata lebih dewasa dan bijaksana dari diriku?. Benar bahwa aku terlalu ketakutan akan hilangnya cinta karena hilangnya cincin pernikahanku. Sebuah rasa tidak aman di dalam hati sehingga membuat saya sering berpikir seperti itu. "Lalu mami harus bagaimana?", tanyaku pada anak-anakku pula. Si bungsu hanya menjawabnya dengan santai," Hidup seperti biasa saja mami. Jangan berpikir yang tidak-tidak". "Ya, itu adalah ujian dari Tuhan. Kita harus tetap beriman kepadaNya, apapun keadaannya", demikian si Sulung juga menimpali. Malam itu saya benar-benar terkesima dengan jawaban yang begitu mencerahkan dari anak usia 11 dan 13 tahun untukku. 

Sejak saat itu  saya langsung merubah cara pikir saya. Saya terus berpikir keluarga saya baik-baik saja dan hidup dalam berkat kebahagiaan. Tuhan akan selalu menyayangi kami. Cinta suamiku akan tetap utuh walaupun saat ini cincin pernikahan saya entah di mana. Suatu hari saya pasti akan menemukan kembali cincin pernikahan saya, walau saya tidak tahu bagaimana caranya. Mungkin dibelikan kembali oleh suamiku atau bagaimana. Tetapi dalam pikiranku saya menginginkan sebuah cincin yang dapat menyimbolkan cinta kami tersemat lagi dijari manisku. Demikian waktu terus berlalu, tanpa terasa benar saja kehidupan saya baik-baik saja, rasanya suami saya semakin seia sekata saja sehingga tidak ada yang terlalu serius untuk dipercekcokkan. Setiap ada kesempatan teringat akan cincin pernikahanku, aku akan berpikir pada suatu hari nanti aku akan punya kesempatan memakainya kembali, bila tidak mungkin ku temukan kembali (mungkin sudah terjatuh di kamar mandi dan terseret air masuk ek selokan pikirku), mungkin suamiku akan membelikan penggantinya sebagai hadiah ulangtahunku nanti. Ya tak apa-apalah bukan cincin yang sama. Yang penting pemberinya masih orang yang sama. Demikian pikirku. 

Semakin hari ketercekatanku pada cincin pernikahanku semakin berkurang. Saya bahkan sudah hampir tidak pernah memikirkannya lagi. Hidup saya santai saja dan bahagia akan hal-hal kecil dalam iman hati terhadap Tuhan sehari-hari. Namun, sekali lagi ternyata benar apa yang dikatakan oleh Andrew Matthews tentang The Teaching of Abraham "The Law of Attraction", bahwa kita menarik apa yang kita pikir dan rasakan. Kemarin, pas tanggal 19 April 2019 adalah penanggalan 15 menurut kalender Lunar (Cap Go) yang ditandai dengan bulan purnama. Hari itu adalah Hari Pengagungan Tuhan YME. Kami dari beberapa hari yang lalu sudah merencanakan untuk melaksanakan kebaktian malam di vihara. Bertepatan pada hari itu juga saya menerima undangan pernikahan rekan guru yang sekaligus adalah wali kelas anak saya di daerah Laut Dendang, Simpang Empat. Dengan niat hati yang baik dan tulus, kami pun berencana untuk menghadiri resepsi di siang hari untuk menyampaikan doa restu dan berbagi kebahagiaan dengan beliau. Pada saat itu saya bingung mau memakai pakaian apa. Lalu tertujulah mataku pada sehelai pakaian batik yang sudah lama sekali tidak ku pakai. "Ah! yang ini saja deh". Lalu saya tarik keluar. Dan kemudian saat saya akan memakainya, pas pakaian itu baru masuk dimasukkan ke kepalaku hingga ke leher. Trenggg!!!! Terdengar bunyi aneh yang kuat, sebuah benda kecil terjatuh dari pakaian tersebut ke arah lantai. Selesai berpakaian saya menghampiri arah bunyi dan melihat ke lantai. Sebuah benda kecil berwarna emas. Lalu saya jongkok dan mengutipnya. Oh My GOd! That's my wedding ring. ☺❤☺ Ternyata di hari baik seperti itu, impian yang ada dalam pikiranku datang menjadi nyata kepadaku. Bukan cincin pemberian baru, tetapi cincin asli pernikahanku yang sudah tipis harapan untuk ditemukan. Kini dia datang dengan caranya untuk menemukanku agar tersemat kembali di jari manisku. ASLILOH. Demikian jika kamu percaya pada cintamu, maka dia akan datang kepadamu dengan caranya. Aneh juga ya pikirku. Tapi itulah kekuatan pikiran. Apa yang kamu pikirkan, secara tak sadar akan terjadi. Kalau bukan sekarang berarti nanti. Kali ini saya terlebih merasa sangat terlengkapi, bersyukur dan terberkati. So aware your mind and Trust in God.

Kalau yang aku ceritakan ini asli ceritaku. Masih banyak lagi cerita tentang pola pikiran yang menciptakan keadaan kita. Sebagian dari kita selalu sibuk dan akan mencari alasan apapun untuk istirahat. Sebagian orang akan selalu ditipu oleh tenaga penjualan, perusahaan telepon, kekasih lama, dan kerabat yang sudah lama tidak bertemu. Pernahkah anda bertemu dengan seorang wanita yang berkata," Saya selalu mengencani pria brengsek?" Dia memiliki radar untuk menemukan pria yang kasar, egois dan malas kemudian mengencani mereka. Dan ini terjadi berulang-ulang. Sebagian orang selalu terlambat! Mereka bisa bangun pukul enam pagi untuk bekerja pukul delapan, tetapi pukul sembilan lewat sepuluh menit dia masih sibuk menggeledah rumah untuk mencari kunci mobilnya. Sebagian orang selalu beruntung- pola mereka mengatakan semua pasti berhasil... Mobil Mary rusak di tengah jalan dan orang asing memberinya tumpangan, mengantarkannya pulang dan kemudian menawarinya pekerjaan. Kemarin saat akan makan sarapan di Cinta Vege, di tengah jalan, awan mendung mulai berarak menutupi langit yang gelap. Namun, saat kami tiba dan memarkirkan mobil, hanya beberapa langkah kami berjalan masuk ke dalam restoran, hujan deras mulai turun dan petir terdengar sambar menyambar. Di dalam restoran kami masih sempat bersyukur karena waktu hujannya tepat sekali saat kami sudah masuk ruangan. Selesai sarapan, hujan masih turun. Namun, saya sudah membayar bill dan siap-siap untuk pulang. Namun, begitu mau keluar restoran, tampak teman saya datang juga bersama keluarganya dengan payung di tangan. Tentu saja kami berhenti berbicara sejenak. Dan anehnya selesai bicara. selesai juga hujannya. Akhirnya kami dapat santai berjalan menuju mobil tanpa kehujanan setitikpun. Anda berpikir itu kebetulan?

Bila Anda masih ingin mendengarkan cerita lain. Akan saya ceritakan nanti beberapa hari lagi. Salam cinta di akhir pekan.

Komentar